Social Icons

Pages

Featured Posts

Jalan Hidup Para Pejuang

Karena Sesungguhnya Berjuang DijalanNya Itu Sangat Cantik, Tak Kenal Lelah... Terus Berjuang!!

Seperjuangan

Keep Istikomah IkhwahFillah, HAMASAH!! Life With God

Kimia UIN Bandung 2010 A

Bersama dalam Keceriaan, Sukses !!

Jumat, 19 Oktober 2012

Info Beasiswa Dataprint

http://beasiswadataprint.com/

Partisipasi DataPrint dalam memajukan dunia pendidikan Indonesia tidak henti-hentinya. Di tahun 2009, DataPrint pernah mengadakan program DataPrint Academy yang memberikan kesempatan kepada 30 orang pelajar SMA dari seluruh Indonesia untuk mengikuti workshop selama lima hari di bidang kreatifitas dan entrepreneurship. Kemudian di tahun 2011, sebanyak 700 orang pelajar dan mahasiswa telah menerima beasiswa pendidikan dengan total ratusan juta rupiah. Para penerima beasiswa berasal dari Pekanbaru, Bandung, Jakarta, Ponorogo, Kendari, Martapura, Dumai, Malang, dan lain-lain.
Tahun ini, DataPrint kembali membuka program beasiswa bagi 700 orang pelajar dan mahasiswa. Program beasiswa dibagi dalam dua periode. Tidak ada sistem kuota berdasarkan daerah dan atau sekolah/perguruan tinggi. Hal ini bertujuan agar beasiswa dapat diterima secara merata bagi seluruh pengguna DataPrint.  Beasiswa terbagi dalam tiga nominal yaitu Rp 250 ribu, Rp 500 ribu dan Rp 1 juta. Dana beasiswa akan diberikan satu kali bagi peserta yang lolos penilaian. Aspek penilaian berdasarkan dari essay, prestasi dan keaktifan peserta.
Beasiswa yang dibagikan diharapkan dapat meringankan biaya pendidikan sekaligus mendorong penerima beasiswa untuk lebih berprestasi. Jadi, segera daftarkan diri kamu di sini!
PERIODE
JUMLAH PENERIMA BEASISWA
@ Rp 1.000.000 @ Rp 500.000 @ Rp 250.000
Periode 1
50 orang
50 orang
250 orang
Periode 2
50 orang
50 orang
250 orang
»»  READMORE...

Jumat, 16 Maret 2012

Pemurnian Naftalen Dengan Cara Sublimasi

PEMBAHASAN
Sublimasi adalah salah satu pemisahan zat-zat yang mudah menyublim. perubahan wujud zat padat ke gas atau dari gas ke padat. Bila partikel penyusun suatu zat diberikan kenaikan suhu maka partikel tersebut akan menyublim menjadi gas, sebaliknya jika suhu gas tersebut diturunkan maka gas akan segera berubah wujudnya menjadi panas. Gas yang dihasilkan ditampung lalu didinginkan kembali. Syarat pemisahan campuran pada sublimasi adalah partikel yang bercampur harus memiliki perbedaan titik didih yang besar sehingga kita dapat menghasilkan uap dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Begitupun syarat sampel untuk sublimasi adalah dengan sifat kimia mudah menguap agar mudah proses sublimasinya.
Pada percobaan sublimasi, Pemurnian naftalen dengan menggunakan proses sublimasi dikarenakan karena sifat naftalen yang mudah menyublim dan merupakan padatan Kristal yang tak bewarna (Riswiyanto,2003). Reaksi dari naftalen berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan zat padat dalam proses sublimasi mengalami proses perubahan langsung menjadi gas tanpa melalui fase cair, kemudian terkondensasi menjadi padatan atau kristalkembali. Sehingga dalam proses sublimasi, naftalen tidak berubah menjadi senyawa lain, hanya beubah bentuk (fase) dari padat ke gas. Pada percobaan diperoleh berat naftalen murni yaitu 0,37 gram yang sebelumnya berat naftalen adalah 0,5 gram. Berat naftalen yang didapatkan lebih sedikit dari pada jumlah awal dari naftalen sebelum sublimasi.
Dalam percobaan sublimasi tidak dilakukan pengujian titk leleh. Untuk memestikan Kristal naftalen yang didapat yaitu dari bentuk Kristal yang seperti jarum (monoklin) dan bentuk Kristal yang didapatkan lebih tipis dan jernih dari pada sebelum sublmasi.
Berdasarkan hasil perhitungan %rendemen kristal adalah 74%, nilai % rendemen ini tidak terlalu akurat (kurang mendekati 100%), hal ini disebabkan saat praktikum, yaitu:
1.      Naftalen yang diletakkan didalam gelas kimia tidak terpusat ditengah (tercecer), sehingga ketika proses sublimasi, tidak semua menempel pada erlenmeyer dan karena luasnya permuakaan tempat naftalen diletakkan, sehingga sebagian menguap ke udara
2.      luas permukaan erlenmeyer yang besar, sehingga kristal naftalen tersebar ke segala bagian bawah erlenmeyer, baik di tengah ataupun disampingannya, sehingga menyulitkan ketika dilakukan pengambilan dengan spatula
3.      kristal yang terbentuk tidak semua terbawa oleh spatula, karena sulitnya saat pengambilan dimana es batu dalam erlenmeyer yang mulai mencair, sehingga kristal berair dan menyulitkan saat pengambilan dengan spatula.

KESIMPULAN
%Rendemen yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah 74%

DAFTAR PUSTAKA
ANONIM.2011. diakses pada tanggal 22 Desember 2011-12-25
Keenan, Charles W. dkk., 1992, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga. Jakarta.
Riswiyanto., Ridla Bakri, Bayu Prawira., Sains Indonesia 7 (3): 75-80., 2003. Tahun Publikasi, : 2003. Status Publikasi, : Nasional
»»  READMORE...

Keisomeran Geometri: Pengubahan Asam Maleat Menjadi Asam Fumarat

PEMBAHASAN 
                 Pada percobaan mengenai keisomeran geometri ini dilakukan  pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat. Sebelum dilakukan pengubahan menjadi asam fumarat, terlebih dahulu dilakuakan pembuatan asam maleat yang menggunakan anhidrida maleat sebagai bahan utama. Anhidrida maleat ditambahkan pada aquadest yang telah dididihkan. Dalam hal ini aquadest berfungsi sebagai pelarut sehingga mempermudah terjadinya pembukaan ikatan pada senyawa siklik dari anhidrida maleat dan terbentuknya karbokation. Mekanisme reaksinya sebagai berikut:
                  Setelah dilakukan perhitungan, rendemen asam maleat yang diperoleh adalah sekitar 49%. Nilai rendemen tersebut dapat dikatakan sedang (mendekati setengahnya 50% dari 100%) dan hal ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi proses yang dilakukan tidak terlalu besar. Hal ini dapat dilihat dari kristal asam  maleat yang terbentuk yaitu sekitar 1,74 gram.
Dengan %rendemen yang diperoleh sebesar 49%, hal ini dapat disebabkan: proses pemanasan yang kurang stabil dan atau proses pengkristalan yang kurang sempurna. bisa juga terjadi karena kristal tidak semua terkumpul dalam kertas saring, sehingga saat penimbangan, diperoleh massa kristal yang berbeda dengan massa awal yaitu 3 gram.
Berdasarkan literatur titik leleh asam maleat yaitu 138°C. tetapi dalam praktikum, kami tidak melakukan pengukuran titik leleh asam maleat, hal ini dikarenakan waktu praktikum yang kurang untuk melakukan pengukuran.
Pada proses sebelumnya sebagian asam maleat mengkristal dalam air, karena kelarutan asam maleat dalam air adalah sekitar 44,1 g/100 g air pada 25°C. Sebagian asam maleat lainnya larut dalam air, yang kemudian digunakan untuk mengubah menjadi asam fumarat. Mekanisme reaksi pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat sebagai berikut:


 Pada percobaan pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat, larutan filtrat asam maleat dari proses sebelumnya ditambahkan HCl pekat dan direfluks perlahan-lahan. Dalam hal ini HCl pekat berfungsi sebagai katalis yang digunakan untuk memprotonasi salah satu gugus karbonil sehingga ikatan rangkap pada atom karbon dapat beresonansi dan terjadi rotasi pada ikatan tunggal, selanjutnya ikatan rangkap beresonansi kembali. Ion H+ dihasilkan lagi dari reaksi pada tahap keempat.
                 Setelah dilakukan refluks mulai terbentuk endapan kristal asam fumarat dari larutan panas. Larutan didinginkan pada suhu kamar dan direkristalisasi dengan air. Pada tahap rekristalisasi digunakan air sebagai pelarut yang sesuai karena asam fumarat termasuk senyawa yang polar sehingga akan larut dalam pelarut yang polar pula (like dissolve like).
                 Setelah dilakukan perhitungan diperoleh rendemen asam fumarat sebesar 90%. Nilai rendemen ini menunjukkan tingkat efisiensi dari percobaan yang dilakukan. Dapat dikatakan bahwa tingkat efisiensi pembentukan asam fumarat lebih tinggi daripada tingkat efisiensi pembentukan asam  maleat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kristal asam fumarat yang terbentuk yaitu 1,81 gram. Hal ini juga dapat terjadi karena saat penyaringan kristal dengan kertas saring, kristal yang terkumpul hampir tidak ada yang tertempel di corong kimia, sehingga memiliki keakurasian yang tinggi, yaitu 90%.
Dari hasil pengukuran titik leleh diperoleh titik leleh asam fumarat yaitu 90°C. Berdasarkan literatur asam fumarat menyublim pada suhu 287°C. Dapat dikatakan bahwa kristal yang meleleh itu kemungkinan adalah pengotor-pengotornya seperti asam maleat sisa.







     I.      KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
%Rendemen Asam Maleat = 49%
Asam maleat(kristal): 1,74 gram
%Rendemen Asam Fumarat = 90%
Asam fumarat(kristal): 1,64 gram

  II.      DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A, dan Underwood. 1987. Analisis Kimia Kualitatif. Erlangga: Jakarta
Keenan, Charles. W dkk. 1992. Kimia untuk Universitas jilid 2. Erlangga: Jakarta
Brandy, E. James. 1989. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara: Jakarta
Fessenden and Fessenden. 1986. Kimia Organik jilid I. Erlangga: Jakarta
Heart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga: Jakarta

Untuk File Lengkap Pembahasan dapat Di Unduh disini: http://www.4shared.com/file/nZ7EGMxv/Maleat_Fumarat_Jatna.html 

»»  READMORE...
Analisis Kualitatif Zat Organik dan Indentifikasi Gugus Fungsional
Pembahasan 
Hidrokarbon merupakan senyawa yang  mengandung karbon dan hidrogen. Berdasarkan jenis ikatan karbon-karbonnya, hidrogen digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
a.      Hidrokarbon jenuh
b.      Hidrokarbn tak jenuh
c.       Hidrokarbon aromatik
Uji Ikatan Tak Jenuh
Hidrokarbon jenuh dikenal dengan alkana jika keadaannya ariklik dan disebut sikloalkana jika keadaannya siklik. Untuk membedakan senyawa alkana dan alkena dpt dilakukan uji kualitatif, yaitu dengan penambahan KMnO4.
Dengan adanya penambahan KMnO4, senyawa alkena akan bereaksi dengan KMnO4 dalam bentuk glikol (senyawa dengan 2 gugus hidroksil) bersebrangan dengan reaksi:
 
3 C = C + 2 KMnO4- + 4H2O 3 – C – C + 2MnO2 + 2K+OH-
                Alkena   (ungu)                                           (coklat)
Saat reaksi berlangsung, warna Ungu dari Ion Permanganat akan berubah menjadi endapan Coklat dari MnO2. Dengan adanya perubahan inilah, maka penambahan KmnO4 dapat digunakan untuk membedakan senyawa alkena dari alkana yang pada umumnya tidak bereaksi dengan KMnO4.
Uji Gugus Karbonil (C=O)
Uji kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan membedakan senyawa aldehid dengan keton sebagian besar didasarkan pada sifat dari senyawa aldehid yang lebih mudah untuk dioksidasi dibandingkan dengan senyawa keton. Untuk mengidentifikasi serta membedakan senyawa aldehid dan keton dapat dilakukan uji kualitatif:
Reaksi dengan 2,4-diitrofenihidrazin
Reaksi antara 2,4-diitrofenihidrazin dengan aldehid adalah keton dalam larutan asam merupakan suatu uji kualitatif yang sifatnya sensitif. Uji positif dari reaksi antara senyawa aldehid adalah keton dengan diitrofenihidrazina ditandai dengan adanya endapan 2,4-diitrofenihidrazina yang berwarna kuning, orange, adalah merah. Sesuai dengan praktikum kami, terbentuk warna larutan kuning dari 2,4-diitrofenihidrazina ini (aseton) merupakan senyawa aldehid dan ketonalfatik karena pada uji ini endapan yang dihasilkan bewarna kuning. Karena unuk keton aromatik endapan akan berwarna merah. Persamaan reaksi untuk uji ini adalah:



Uji dengan Pereaksi Fehling
Sampel yang diuji. Test fehling tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa aldehid aromatis sebab stabilitas resonansi yang timbul dari ikatan antara gugus karbonil dan cincin benzena tidak dapat teroksidasi oleh larutan fehling. Tes fehling juga akan menunjukan  uji positif terhadap keberadaan asama formiat di dalam sampel yang di uji. Uji positif dari tes fehling ini adalah denga terbentuknya endapan tembaga (I) oksida yang berwarna merah bata  dan warna biru dari larutan kan menghilang. Pemanasan pemanasan pada uji fehling dilakukan agar mempercepat reaksi yang berlangsung.
Fehling A = terdiri dari larutan CuSO4
Fehling B = terdiri dari kalium natrium nitrat dan NaCH
Saat fehling A dan B + aseton dicampurkan dengan aseton dengan melalui pemanasan maka akan diperoleh warna larutan biru tua. Namun saat penambahan dengan sampel formaldehid terdapat perbedaan, yaitu saat dipanaskan terbentuk endapan merah bata pada dinding tabung, karena formaldehid merupakan senwa aldehid alfatik dan akan menghasilkan hasil positif. Reaksi fomaldehid dengan fehling :



Test Tollens
Pereaksi tollen dibuat dengan mereaksi AgNO3 + NH3 berlebih sehingga endapan menjadi larut AgNO3 + NH4OH Ag2O + H2O + NH4NO3
Ag2O + NH4OH Ag(NH3)2OH + H2O
Test tollen merupakan untuk kualitatif yang sifatnya spesifik untuk menidentifiksi senyawa aldehid selain senyawa aldehid, penambahan sampel formaldehid yang menunjukan uji positif pada tes tollen yang dilakukan. Uji positif pada tes tollen yang ditandai dengan terbentuknya endapan perak, sehingga cermin pada kaca tabungreaksi. Pada tes tollen, ion kompleks perak. Amonia akan mengoksidasi aldehid asam karbosilat yang kemudian akan diikuti dengan adanya pengendapan perak sehingga cermin pada permukaan kaca. Hal ini terjadi karena ion Ag+ yang ada pada reagensia tollens direduksi menjadi logam Ag. Reaksi aldehid dengan reagen tollens :


Gugus Alkohol
Alkohol memiiki rumus umum R-OH dan dicirikan dengan adanya gugus hidroksil (OH) struktur alkohol mirip dengan struktur air. hanya saja satu atom hidrogen pada air diganti dengan gugus alkil. Uji kualitatif yang dapat dilakukan untuk menidentifikasi alkohol antara lain :
Tes Indikator
Pada tes indikator dilakukan pencampuran antara methanol + air dan diuji pHnya dengan menggunakan pH meter, sehingga diperoleh hasilnya pH = 4,59
Pembuatan Ester
Pada penambahan asetat glocial + n butilelkohol larutan tidak berwarna setelah + H2SO4 pekat, larutan menjadi ada bau menyengat. Sampel sampel asetat berwarna bening, setelah ditambah pada larutan campuran menjadi 2 fosa (seperti minyak). Setelah dipanaskan tetap bau menyengat. Dari percobaan dapat dikeahui bahwa asam asetat paling reaktif, karena menghasilkan bau yang menyengat reaksinya :
Tes Iodoform
Pada test Iodoform, dicampurkan Aquades + Alkohol + NaOH ditambahkan tetes demi tetes Iodium, yang dihasilkan adalah Warna Kuning Bening yang berasal dari Iodium, namun setelah pemanasan campuran tersebut langsung Beraroma Betadin, hal ini terjadi karena reaksi sebelum pemanasan belum sempurna sehingga tidak menghasilkan  aroma , tetapi ketika dipanaskan reaksi tersebut sempurna dan menghasilkan aroma betadin dari campuran Iodium tersebut.
Tes Iodoform pada alkohol hanya dapat digunakan untuk mengidenifikasi etanol dan alkohol skunder (20) dengan gugus metil yang melekat secara langsung pada karbon pembawa gugus hidroksil (-OH). Uji positif dari tes iodoform untuk mengidentifikasi alkohol ini ditandai dengan terbentuknya endpan iodoform (CHl 3) yang berwarna kuning.
Tes Iodoform pada alkohol berlangsung dengan reaksi :




Untuk Mengunduh File Lengkap Pembahasan, Klik Disini: http://www.4shared.com/file/6y4zBBgK/Analisis_Kualitatif_Organik.html 

Kesimpulan    :
Ikatan tak jenuh
Dengan KmnO4 menghasilkan 3 fasa, diatas larutan warna coklat, ditengah larutan berwarna bening, dan dibawah larutan berwarna coklat dan terdapat sedikit gelembung
Dengan Brom menghasilkan larutan sampel (Maleat) dalam kloroform.
Gugus Karbonil
Dengan 2,4-dinitrophenilhidrazin larutan berwarna kuning keruh
Dengan pereaksi Fehling
Sampel Aseton                    : larutan warna hijau
Sampel Formaldehid            : larutan warna coklat
Dengan Test Tollen
Sampel Aseton                    : coklat bening
Sampel Formaldehid            : warna hitam menghilang, dan ada cermin perak yang pecah
Gugus Alkohol
Test Indikator         : larutan tidak berwarna dan pH 4,59
Pembuatan Ester    : menghasilkan 2 fasa yang tidak berwarna dengan aroma spidol
Test Iodoform        : larutan beraroma Betadine

Daftar Pustaka
Brandy, E. James. 1989. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara: Jakarta
Fessenden and Fessenden. 1986. Kimia Organik jilid I. Erlangga: Jakarta
Heart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga: Jakarta

»»  READMORE...

Jumat, 30 Desember 2011

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT DENGAN CARA REKRISTALISASI (Rekristalisasi Asam Benzoat Dengan Pelarut Heksana)




LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 1
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT DENGAN CARA REKRISTALISASI



Disusun Oleh:
Jatna (1210704019)





JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2011

1.    Tanggal Percobaan: 09 November 2011
2.  Tujuan
a.     melakukan pemisahan dan pemurnian zat padat dengan cara rekristalisasi
b.    menentukan massa kristal yang terbentuk
3.  Dasar Teori
Suatu zat yang tampil sebagai zat padat, tetapi tidak mempunyai struktur kristal yang berkembangbiak disebut amorf (tanpa bentuk). Ter dan kaca merupakan zat padat semacam itu. Tak seperti zat pada kristal, zat amorf tidak mempunyai titik-titik leleh tertentu yang tepat. Sebaliknya zat amorf melunak secara bertahap bila dipanasi dan meleleh dalam suatu jangka temperatur .Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar. Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris (Keenan, 1991).
Zat padat umumnya mempunyai titik lebur yang tajam (rentangan suhunya kecil), sedangkan zat padat amorf akan melunak dan kemudian melebur dalam rentangan suhu yang beasr. Partikel zat padat amorf sulit dipelajari karena tidak teratur. Oleh sebab itu, pembahasan zat padat hanya membicarakan kristal. Suatu zat mempunyai bentuk kristal tertentu. Dua zat yang mempunyai struktur kristal yang sama disebut isomorfik (sama bentuk), contohnya NaF dengan MgO, K2SO4 dengan K­2SeO4, dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat isomorfik tidak selalu dapat mengkristal bersama secara homogen. Artinya satu partikel tidak dapat menggantikan kedudukan partikel lain. Contohnya, Na+ tidak dapat menggantikan K+ dalam KCl, walaupun bentuk kristal NaCl sama dengan KCl. Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut polimorfik (banyak bentuk), contohnya karbon dan belerang. Karbon mempunyai struktur grafit dan intan, belerang dapat berstruktur rombohedral dan monoklin (Syukri, 1999).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
Garam dapur atau natrium klorida atau NaCl. Zat padat berwarna putih yang dapat diperoleh dengan menguapkan dan memurnikan air laut. Juga dapat dengan netralisasi HCl dengan NaOH berair. NaCL nyaris tak dapat larut dalam alkohol, tetapi larut dalam air sambil menyedot panas, perubahan kelarutannya sangat kecil dengan suhu. Garam normal; suatu garam yang tak mengandung hidrogen atau gugus hidroksida yang dapat digusur. Larutan-larutan berair dari garam normal tidak selalu netral terhadap indikator semisal lakmus. Garam rangkap; garam yang terbentuk lewat kristalisasi dari larutan campuran sejumlah ekivalen dua atau lebih garam tertentu. Misalnya: FeSO4(NH4)2SO4.6H2O dan K2SO4Al2(SO4)3.24H2O. Dalam larutan, garam ini merupakan campuran rupa-rupa ion sederhana yang akan mengion jika dilarutkan lagi. Jadi, jelas berbeda dengan garam kompleks yang menghasilkan ion-ion kompleks dalam larutan (Arsyad, 2001).
4.  Alat dan Bahan
Nama alat
Kegunaan
Jumlah
Erlenmeyer
Untuk menempatkan zat yang akan direkristalisasi
2 buah
Kaca Arloji
Menimbang as. benzoat
1 buah
Heating Mantle
Memanaskan Aseton
1 buah
Corong Kimia
Untuk jalannya filtrat
1 buah
Kertas Saring
Menyaring endapan agar terpisah dengan Filtrat
1 buah
Baki Besar
Menempatkan batu es
1 buah
Pembakar bunsen
Pemanasan dalam proses penjenuhan
1 buah
5.  Cara Kerja
sebanyak 200 ml aseton dipanaskan dalam heating mantle, kemudian dimasukkan 0,2 gram as.benzoat kedalam aseton panas dalam erlenmeyer dan dilakukan pengadukan sampai melarut. setelah itu campuran as. benzoat dan aseton disaring dengan kertas saring dan corong kimia dalam keadaan panas, dibilas zat yang menempel dengan aseton. filtrat didinginkan dalam air dingin berisi batu es sampai terbentuk kristal, apabila kristal tidak terbentuk maka dilakukan penjenuhan, kristal yang telah dijenuhkan didinginkan kembali. apabila kristal terbentuk, kristal disaring dan dijenuhkan (pemeriksaan) dicuci kristal yang terbentuk dengan aseton dalam keadaan dingin, kristal dikeringkan dan diukur massa kristal yang terbentuk.
6.  Hasil Pengamatan
No
Perlakuan
Pengamatan
1
0,2 gram as. benzoat
Serbuk putih
2.
0,2 gr as. benzoat + 200 ml heksana panas
Larutan berwarna putih
3.
Disaring
Filtrat bening tidak berwarna
4.
Filtrat didinginkan
Kristal tidak terbentuk
5.
Filtrat Dijenuhkan
Larutan berwarna Putih
6.
Filtrat didinginkan
Kristal tidak terbentuk

7.     Pembahasan
Pada percobaan kali ini telah dilakukan proses kristalisasi asam benzoat. Tahap pertama yang dilakukan adalah proses pelarutan asam benzoat (0,2 gram) yang berbentuk padatan agar menjadi suatu larutan. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan asam benzoat ini adalah pelarut yang cocok (200 ml aseton) yang panas. Hal ini ditujukan agar asam benzoat yang dilarutkan dapat melarut dengan sempurna. Asam benzoat yang dilarutkan dalam sikloheksana panas tersebut akan terurai menjadi ion-ionnya.
Asam benzoat yang digunakan dalam percobaan ini merupakan asam benzoat yang belum murni atau masih kotor. Karena itu dilakukan pemurnian terhadap asam benzoat tersebut agar terbebas dari zat pengotor. Asam benzoat yang telah dilarutkan dalam aseton tersebut, dipanaskan sampai mendidih (sampai melewati kondisi lewat jenuh) setelah itu dilakukan pendinginan. Jika belum terbentuk kristal maka larutan di jenuhkan dengan cara penguapan, agar endapan dapat terbentuk dengan mudah. Tapi jika kristal sudah mulai terbentuk, maka dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk memisahkan endapan dari larutannya. Filtrat hasil penyaringan tersebut akan digunakan untuk proses kristalisasi pada tahap berikutnya.
Dalam percobaan yang telah kami lakukan, mengalami kegagalan/ kristal tidak terbentuk, hal ini dapat disebabkan oleh hal berikut sbagai syarat terbentuknya kristal:
Syarat utama terbentuknya kristal dari suatu larutan adalah larutan induk harus dibuat dalam kondisi lewat jenuh (supersaturated). Yang dimaksud dengan kondisi lewat jenuh adalah kondisi dimana pelarut (solven) mengandung zat terlarut (solute) melebihi kemampuan pelarut tersebut untuk melarutkan solute pada suhu tetap. Atau kalau diilustrasikan dengan sebuah kelas, jika kapasitas suatu kelas adalah 80 mahasiswa, karena hanya ada 80 kursi. Maka mahasiswa ke-81 yang masuk ke kelas adalah mahasiswa yang membuat kondisi kelas lewat jenuh.
Selanjutnya, bagaimana cara untuk mencapai kondisi supersaturasi yang diinginkan ? Berdasarkan teori, solubilitas padatan dalam cairan akan menurun seiring dengan penurunan suhu (pendinginan).  Seiring dengan penurunan suhu, saturasi akan meningkat sedemikian hingga, sampai tercapai kondisi supersaturasi.
Pendinginan adalah salah satu dari 4 cara yang dapat digunakan untuk mencapai kondisi supersaturasi. Akan tetapi cara ini hanya dapat dilakukan jika, solubilitas padatan dalam larutan sangat dipengaruhi oleh suhu
Tiga metode lain yang dapat digunakan untuk mencapai kondisi supersaturasi  adalah penguapan solven sehingga konsentrasi larutan menjadi makin pekat, penambahan senyawa lain, non solven, ke dalam larutan yang akan menurunkan solubilitas padatan dan reaksi kimia.
Setelah kondisi supersaturasi dicapai cara menumbuhkan kristal adalah sebagai berikut:
Langkah pertama adalah membentuk inti kristal primer, yang akan merangsang pembentukan kristal. Untuk membentuk inti kristal primer, jika dibuat dari larutan induk, maka beda konsentrasi larutan lewat jenuh dengan konsentrasi jenuh (C-C*) sebagai driving force proses kristalisasi harus dibuat besar. Dan ini membutuhkan energi yang sangat besar. Sehingga untuk skala industri, tidak efisien. Lebih disukai cara penambahan kristal yang sudah jadi, untuk menginisiasi pembentukan inti kristal primer.
Pemodelan matematis yang mewakili proses nukleasi primer, sulit untuk dibuat. Oleh karena itu, perhitungan waktu tinggal semata-mata didasarkan dari hasil eksperimen.
Mekanisme kristalisasi selanjutnya adalah nukleasi sekunder. Pada fase ini, kristal tumbuh dikarenakan kontak antara kristal dan larutan. Terjadi pada kondisi supersaturasi yang lebih rendah yang memungkinkan kristal tumbuh dengan optimal. Nukleasi sekunder membutuhkan bibit atau kristal yang sudah jadi untuk merangsang pertumbuhan kristal yang baru. Fase inipun juga sulit dibuat pemodelannya, sehingga sama dengan nukleasi primer, penentuan waktunya dilakukan dengan eksperimen.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka kegagalan praktikum rekristalisasi dapat terjadi karena:
·           Kondisi larutan yang belum melewati kondisi lewat jenuh,
·           Sifat dari aseton sendiri yang mudah menguap, sehingga hanya sebagian kecil yang breaksi dengan asam benzoat dalam membentuk kristal,
·           Apabila dilihat dari komposisi, 0,2 gram asam benzoat dalam 200 ml aseton, zat terlarut yang digunakan sangat sedikit apabila dibandingkan dengan zat pelarut yang akan melarutkannya. dalam suatu percobaan kristalisasi, komposisi yang dipakai 0,5 g asam benzoat + heksana 5 ml (Program studi S-1 Kimia, Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam (MIPA), Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, 2008: http://annisanfushie.wordpress.com/2008/12/16/pemisahan-pemurnian-zat-padat-rekristalisasi-titik-leleh/
·           Adapun contoh komposisi yang lain, 5 gram asam benzoat + 50 mL aquades dan methanol 30 mL, http://borasracunn.blogspot.com/2009/05/pembahasan-organikrekristalisasi.html
8.  Kesimpulan
Asam benzoat dapat dimurnikan dari poengotor-peengotornya dengan cara rekristalisasi dengan pelarut yang sesuai, dalam hal ini adalah pelarut heksana. dalam percobaan ini kristal tidak terbentuk. Percobaan kami mengalami kegagalan karena mungkin saja larutan belum mencapai kondisi lewat jenuh atau karena komposisi antara pelarut dan zat terlarut yang kurang tepat komposisinya.

9.  Daftar Pustaka
Farida.2011.kristalisasi. diakses pada 21 desember 2011, pukul 21.00 melalui http://farida.net78.net/index.php?option=com_content&task=view&id=22&Itemid=27.
Arsyad, M. Natsir, 2001, Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah, Gramedia, Jakarta.
Keenan, Charles W. dkk., 1992, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga. Jakarta.
Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta.
Syukri, 1999, Kimia Dasar 3, ITB Press, Bandung.
10.  Tugas Pendahuluan
1.      Apa fungsi pelarut dalam kristalisasi?
Jawab: Fungsi Pelarut dalam kristalisasi adalah untuk melarutkan asam benzoat agar saling bercampur antara pelarut dengan zat terlarut yang akan dimurnikan
2.      apa fungsi pemanasan dan pendinginan dalam proses rekristalisasi?
Jawab:
 Fungsi pemanasan adalah agar larutan mengalami proses penguapan dimana kandunga larutan berkurang sehingga larutan mengalami kondisi lewat jenuh, sehingga kristal terbentuk.
Fungsi pendinginan adalah untuk mengendapkan kristal yang terbentuk setelah mengalami kondisi lewat jenuh.
3.      Mengapa larutan harus disaring dalam keadaan dingin?
Jawab: disaring dalam keadaan panas agar larutan yang disaring tidak mengalami pengkristalan yang belum murni. karena jika dalam keadaan dingin akan langsung mengalami pengkristalan yang belum murni
4.      Mengapa zat yang sudah direkristalisasi harus ditentukan titik lelehnya?
Jawab: Untuk memudahkan apabila zat yang sudah direkristalisasi dilarutkan kembali dengan pelarut yang sesuai.

»»  READMORE...