Social Icons

Pages

Jumat, 16 Maret 2012

Pemurnian Naftalen Dengan Cara Sublimasi

PEMBAHASAN
Sublimasi adalah salah satu pemisahan zat-zat yang mudah menyublim. perubahan wujud zat padat ke gas atau dari gas ke padat. Bila partikel penyusun suatu zat diberikan kenaikan suhu maka partikel tersebut akan menyublim menjadi gas, sebaliknya jika suhu gas tersebut diturunkan maka gas akan segera berubah wujudnya menjadi panas. Gas yang dihasilkan ditampung lalu didinginkan kembali. Syarat pemisahan campuran pada sublimasi adalah partikel yang bercampur harus memiliki perbedaan titik didih yang besar sehingga kita dapat menghasilkan uap dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Begitupun syarat sampel untuk sublimasi adalah dengan sifat kimia mudah menguap agar mudah proses sublimasinya.
Pada percobaan sublimasi, Pemurnian naftalen dengan menggunakan proses sublimasi dikarenakan karena sifat naftalen yang mudah menyublim dan merupakan padatan Kristal yang tak bewarna (Riswiyanto,2003). Reaksi dari naftalen berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan zat padat dalam proses sublimasi mengalami proses perubahan langsung menjadi gas tanpa melalui fase cair, kemudian terkondensasi menjadi padatan atau kristalkembali. Sehingga dalam proses sublimasi, naftalen tidak berubah menjadi senyawa lain, hanya beubah bentuk (fase) dari padat ke gas. Pada percobaan diperoleh berat naftalen murni yaitu 0,37 gram yang sebelumnya berat naftalen adalah 0,5 gram. Berat naftalen yang didapatkan lebih sedikit dari pada jumlah awal dari naftalen sebelum sublimasi.
Dalam percobaan sublimasi tidak dilakukan pengujian titk leleh. Untuk memestikan Kristal naftalen yang didapat yaitu dari bentuk Kristal yang seperti jarum (monoklin) dan bentuk Kristal yang didapatkan lebih tipis dan jernih dari pada sebelum sublmasi.
Berdasarkan hasil perhitungan %rendemen kristal adalah 74%, nilai % rendemen ini tidak terlalu akurat (kurang mendekati 100%), hal ini disebabkan saat praktikum, yaitu:
1.      Naftalen yang diletakkan didalam gelas kimia tidak terpusat ditengah (tercecer), sehingga ketika proses sublimasi, tidak semua menempel pada erlenmeyer dan karena luasnya permuakaan tempat naftalen diletakkan, sehingga sebagian menguap ke udara
2.      luas permukaan erlenmeyer yang besar, sehingga kristal naftalen tersebar ke segala bagian bawah erlenmeyer, baik di tengah ataupun disampingannya, sehingga menyulitkan ketika dilakukan pengambilan dengan spatula
3.      kristal yang terbentuk tidak semua terbawa oleh spatula, karena sulitnya saat pengambilan dimana es batu dalam erlenmeyer yang mulai mencair, sehingga kristal berair dan menyulitkan saat pengambilan dengan spatula.

KESIMPULAN
%Rendemen yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah 74%

DAFTAR PUSTAKA
ANONIM.2011. diakses pada tanggal 22 Desember 2011-12-25
Keenan, Charles W. dkk., 1992, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga. Jakarta.
Riswiyanto., Ridla Bakri, Bayu Prawira., Sains Indonesia 7 (3): 75-80., 2003. Tahun Publikasi, : 2003. Status Publikasi, : Nasional
»»  READMORE...

Keisomeran Geometri: Pengubahan Asam Maleat Menjadi Asam Fumarat

PEMBAHASAN 
                 Pada percobaan mengenai keisomeran geometri ini dilakukan  pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat. Sebelum dilakukan pengubahan menjadi asam fumarat, terlebih dahulu dilakuakan pembuatan asam maleat yang menggunakan anhidrida maleat sebagai bahan utama. Anhidrida maleat ditambahkan pada aquadest yang telah dididihkan. Dalam hal ini aquadest berfungsi sebagai pelarut sehingga mempermudah terjadinya pembukaan ikatan pada senyawa siklik dari anhidrida maleat dan terbentuknya karbokation. Mekanisme reaksinya sebagai berikut:
                  Setelah dilakukan perhitungan, rendemen asam maleat yang diperoleh adalah sekitar 49%. Nilai rendemen tersebut dapat dikatakan sedang (mendekati setengahnya 50% dari 100%) dan hal ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi proses yang dilakukan tidak terlalu besar. Hal ini dapat dilihat dari kristal asam  maleat yang terbentuk yaitu sekitar 1,74 gram.
Dengan %rendemen yang diperoleh sebesar 49%, hal ini dapat disebabkan: proses pemanasan yang kurang stabil dan atau proses pengkristalan yang kurang sempurna. bisa juga terjadi karena kristal tidak semua terkumpul dalam kertas saring, sehingga saat penimbangan, diperoleh massa kristal yang berbeda dengan massa awal yaitu 3 gram.
Berdasarkan literatur titik leleh asam maleat yaitu 138°C. tetapi dalam praktikum, kami tidak melakukan pengukuran titik leleh asam maleat, hal ini dikarenakan waktu praktikum yang kurang untuk melakukan pengukuran.
Pada proses sebelumnya sebagian asam maleat mengkristal dalam air, karena kelarutan asam maleat dalam air adalah sekitar 44,1 g/100 g air pada 25°C. Sebagian asam maleat lainnya larut dalam air, yang kemudian digunakan untuk mengubah menjadi asam fumarat. Mekanisme reaksi pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat sebagai berikut:


 Pada percobaan pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat, larutan filtrat asam maleat dari proses sebelumnya ditambahkan HCl pekat dan direfluks perlahan-lahan. Dalam hal ini HCl pekat berfungsi sebagai katalis yang digunakan untuk memprotonasi salah satu gugus karbonil sehingga ikatan rangkap pada atom karbon dapat beresonansi dan terjadi rotasi pada ikatan tunggal, selanjutnya ikatan rangkap beresonansi kembali. Ion H+ dihasilkan lagi dari reaksi pada tahap keempat.
                 Setelah dilakukan refluks mulai terbentuk endapan kristal asam fumarat dari larutan panas. Larutan didinginkan pada suhu kamar dan direkristalisasi dengan air. Pada tahap rekristalisasi digunakan air sebagai pelarut yang sesuai karena asam fumarat termasuk senyawa yang polar sehingga akan larut dalam pelarut yang polar pula (like dissolve like).
                 Setelah dilakukan perhitungan diperoleh rendemen asam fumarat sebesar 90%. Nilai rendemen ini menunjukkan tingkat efisiensi dari percobaan yang dilakukan. Dapat dikatakan bahwa tingkat efisiensi pembentukan asam fumarat lebih tinggi daripada tingkat efisiensi pembentukan asam  maleat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kristal asam fumarat yang terbentuk yaitu 1,81 gram. Hal ini juga dapat terjadi karena saat penyaringan kristal dengan kertas saring, kristal yang terkumpul hampir tidak ada yang tertempel di corong kimia, sehingga memiliki keakurasian yang tinggi, yaitu 90%.
Dari hasil pengukuran titik leleh diperoleh titik leleh asam fumarat yaitu 90°C. Berdasarkan literatur asam fumarat menyublim pada suhu 287°C. Dapat dikatakan bahwa kristal yang meleleh itu kemungkinan adalah pengotor-pengotornya seperti asam maleat sisa.







     I.      KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
%Rendemen Asam Maleat = 49%
Asam maleat(kristal): 1,74 gram
%Rendemen Asam Fumarat = 90%
Asam fumarat(kristal): 1,64 gram

  II.      DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A, dan Underwood. 1987. Analisis Kimia Kualitatif. Erlangga: Jakarta
Keenan, Charles. W dkk. 1992. Kimia untuk Universitas jilid 2. Erlangga: Jakarta
Brandy, E. James. 1989. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara: Jakarta
Fessenden and Fessenden. 1986. Kimia Organik jilid I. Erlangga: Jakarta
Heart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga: Jakarta

Untuk File Lengkap Pembahasan dapat Di Unduh disini: http://www.4shared.com/file/nZ7EGMxv/Maleat_Fumarat_Jatna.html 

»»  READMORE...
Analisis Kualitatif Zat Organik dan Indentifikasi Gugus Fungsional
Pembahasan 
Hidrokarbon merupakan senyawa yang  mengandung karbon dan hidrogen. Berdasarkan jenis ikatan karbon-karbonnya, hidrogen digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
a.      Hidrokarbon jenuh
b.      Hidrokarbn tak jenuh
c.       Hidrokarbon aromatik
Uji Ikatan Tak Jenuh
Hidrokarbon jenuh dikenal dengan alkana jika keadaannya ariklik dan disebut sikloalkana jika keadaannya siklik. Untuk membedakan senyawa alkana dan alkena dpt dilakukan uji kualitatif, yaitu dengan penambahan KMnO4.
Dengan adanya penambahan KMnO4, senyawa alkena akan bereaksi dengan KMnO4 dalam bentuk glikol (senyawa dengan 2 gugus hidroksil) bersebrangan dengan reaksi:
 
3 C = C + 2 KMnO4- + 4H2O 3 – C – C + 2MnO2 + 2K+OH-
                Alkena   (ungu)                                           (coklat)
Saat reaksi berlangsung, warna Ungu dari Ion Permanganat akan berubah menjadi endapan Coklat dari MnO2. Dengan adanya perubahan inilah, maka penambahan KmnO4 dapat digunakan untuk membedakan senyawa alkena dari alkana yang pada umumnya tidak bereaksi dengan KMnO4.
Uji Gugus Karbonil (C=O)
Uji kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan membedakan senyawa aldehid dengan keton sebagian besar didasarkan pada sifat dari senyawa aldehid yang lebih mudah untuk dioksidasi dibandingkan dengan senyawa keton. Untuk mengidentifikasi serta membedakan senyawa aldehid dan keton dapat dilakukan uji kualitatif:
Reaksi dengan 2,4-diitrofenihidrazin
Reaksi antara 2,4-diitrofenihidrazin dengan aldehid adalah keton dalam larutan asam merupakan suatu uji kualitatif yang sifatnya sensitif. Uji positif dari reaksi antara senyawa aldehid adalah keton dengan diitrofenihidrazina ditandai dengan adanya endapan 2,4-diitrofenihidrazina yang berwarna kuning, orange, adalah merah. Sesuai dengan praktikum kami, terbentuk warna larutan kuning dari 2,4-diitrofenihidrazina ini (aseton) merupakan senyawa aldehid dan ketonalfatik karena pada uji ini endapan yang dihasilkan bewarna kuning. Karena unuk keton aromatik endapan akan berwarna merah. Persamaan reaksi untuk uji ini adalah:



Uji dengan Pereaksi Fehling
Sampel yang diuji. Test fehling tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa aldehid aromatis sebab stabilitas resonansi yang timbul dari ikatan antara gugus karbonil dan cincin benzena tidak dapat teroksidasi oleh larutan fehling. Tes fehling juga akan menunjukan  uji positif terhadap keberadaan asama formiat di dalam sampel yang di uji. Uji positif dari tes fehling ini adalah denga terbentuknya endapan tembaga (I) oksida yang berwarna merah bata  dan warna biru dari larutan kan menghilang. Pemanasan pemanasan pada uji fehling dilakukan agar mempercepat reaksi yang berlangsung.
Fehling A = terdiri dari larutan CuSO4
Fehling B = terdiri dari kalium natrium nitrat dan NaCH
Saat fehling A dan B + aseton dicampurkan dengan aseton dengan melalui pemanasan maka akan diperoleh warna larutan biru tua. Namun saat penambahan dengan sampel formaldehid terdapat perbedaan, yaitu saat dipanaskan terbentuk endapan merah bata pada dinding tabung, karena formaldehid merupakan senwa aldehid alfatik dan akan menghasilkan hasil positif. Reaksi fomaldehid dengan fehling :



Test Tollens
Pereaksi tollen dibuat dengan mereaksi AgNO3 + NH3 berlebih sehingga endapan menjadi larut AgNO3 + NH4OH Ag2O + H2O + NH4NO3
Ag2O + NH4OH Ag(NH3)2OH + H2O
Test tollen merupakan untuk kualitatif yang sifatnya spesifik untuk menidentifiksi senyawa aldehid selain senyawa aldehid, penambahan sampel formaldehid yang menunjukan uji positif pada tes tollen yang dilakukan. Uji positif pada tes tollen yang ditandai dengan terbentuknya endapan perak, sehingga cermin pada kaca tabungreaksi. Pada tes tollen, ion kompleks perak. Amonia akan mengoksidasi aldehid asam karbosilat yang kemudian akan diikuti dengan adanya pengendapan perak sehingga cermin pada permukaan kaca. Hal ini terjadi karena ion Ag+ yang ada pada reagensia tollens direduksi menjadi logam Ag. Reaksi aldehid dengan reagen tollens :


Gugus Alkohol
Alkohol memiiki rumus umum R-OH dan dicirikan dengan adanya gugus hidroksil (OH) struktur alkohol mirip dengan struktur air. hanya saja satu atom hidrogen pada air diganti dengan gugus alkil. Uji kualitatif yang dapat dilakukan untuk menidentifikasi alkohol antara lain :
Tes Indikator
Pada tes indikator dilakukan pencampuran antara methanol + air dan diuji pHnya dengan menggunakan pH meter, sehingga diperoleh hasilnya pH = 4,59
Pembuatan Ester
Pada penambahan asetat glocial + n butilelkohol larutan tidak berwarna setelah + H2SO4 pekat, larutan menjadi ada bau menyengat. Sampel sampel asetat berwarna bening, setelah ditambah pada larutan campuran menjadi 2 fosa (seperti minyak). Setelah dipanaskan tetap bau menyengat. Dari percobaan dapat dikeahui bahwa asam asetat paling reaktif, karena menghasilkan bau yang menyengat reaksinya :
Tes Iodoform
Pada test Iodoform, dicampurkan Aquades + Alkohol + NaOH ditambahkan tetes demi tetes Iodium, yang dihasilkan adalah Warna Kuning Bening yang berasal dari Iodium, namun setelah pemanasan campuran tersebut langsung Beraroma Betadin, hal ini terjadi karena reaksi sebelum pemanasan belum sempurna sehingga tidak menghasilkan  aroma , tetapi ketika dipanaskan reaksi tersebut sempurna dan menghasilkan aroma betadin dari campuran Iodium tersebut.
Tes Iodoform pada alkohol hanya dapat digunakan untuk mengidenifikasi etanol dan alkohol skunder (20) dengan gugus metil yang melekat secara langsung pada karbon pembawa gugus hidroksil (-OH). Uji positif dari tes iodoform untuk mengidentifikasi alkohol ini ditandai dengan terbentuknya endpan iodoform (CHl 3) yang berwarna kuning.
Tes Iodoform pada alkohol berlangsung dengan reaksi :




Untuk Mengunduh File Lengkap Pembahasan, Klik Disini: http://www.4shared.com/file/6y4zBBgK/Analisis_Kualitatif_Organik.html 

Kesimpulan    :
Ikatan tak jenuh
Dengan KmnO4 menghasilkan 3 fasa, diatas larutan warna coklat, ditengah larutan berwarna bening, dan dibawah larutan berwarna coklat dan terdapat sedikit gelembung
Dengan Brom menghasilkan larutan sampel (Maleat) dalam kloroform.
Gugus Karbonil
Dengan 2,4-dinitrophenilhidrazin larutan berwarna kuning keruh
Dengan pereaksi Fehling
Sampel Aseton                    : larutan warna hijau
Sampel Formaldehid            : larutan warna coklat
Dengan Test Tollen
Sampel Aseton                    : coklat bening
Sampel Formaldehid            : warna hitam menghilang, dan ada cermin perak yang pecah
Gugus Alkohol
Test Indikator         : larutan tidak berwarna dan pH 4,59
Pembuatan Ester    : menghasilkan 2 fasa yang tidak berwarna dengan aroma spidol
Test Iodoform        : larutan beraroma Betadine

Daftar Pustaka
Brandy, E. James. 1989. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara: Jakarta
Fessenden and Fessenden. 1986. Kimia Organik jilid I. Erlangga: Jakarta
Heart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga: Jakarta

»»  READMORE...